-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Konspirasi Terbaru AS Untuk Perkuat Kembali Militernya di Asia Tenggara

Senin, 21 Mei 2012 | 11.13 WIB Last Updated 2012-09-15T08:46:51Z
Amerika Serikat sedang berusaha mencari lokasi alternatif sebagai pangkalan baru militer Amerika di kawasan Asia Pasifik maupun fasilitas-fasilitas lain terkait dengan kehadiran pasukan Amerika di kawasan Asia Tenggara. Sebagaimana kita tahu, masyarakat Filipinan semakin kuat tekanannya pada pemerintah untuk segera menutup pangkalan Amerika di Subiz, Zambales.



Bukan itu saja. Gelombang protes warga masyarakat Jepang terhadap Kehadiran Pangkalan Amerika di Okinawa, Jepang pun, belakangan ini semakin menguat. Sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua dan menyusul perjanjian kesepakatan keamanan AS-Jepang, Okinawa telah dijadikan pangkalan militer bagi Pasukan Armada Ketujuh Amerika di kawasan Asia Pasifik.

Misteri Kunjungan Rahasia Senator Inoye dan Cochran Ke Filipina

Amerika memang berupaya keras agar mendapat izin pemerintah Filipina agar Subic bisa dijadikan pangkalan militernya lagi. Kalau kita telusur kembali ke belakang, pada April lalu Senator AS Daniel Inoye dan Thad Cochran mengadakan pertemuan khusus dengan Presiden Benigno Aquino III setelah berkunjung ke Subic Bay Freeport untuk mendapat gambaran terkini mengenai konstalasi yang terjadi di bekas pangkalan militer Amerika tersebut.

Senator Inoye dan Cochran Tekan Filipina Kembalikan Subic Bay Sebagai Pangkalan Militer AS

Beberapa waktu lalu, harian terkemuka Filipina Philippine Inquirer, menyorot serangkaian kunjungan pejabat tinggi Amerika ke Filipina, sehingga mengundang spekulasi kuat bahwa para pejabat teras Amerika tersebut sedang berusaha menekan keras Pemerintahan Aquino agar Teluk Subic bisa kembali digunakan AS sebagai pangkalan militernya.


Kegusaran Amerika nampaknya dipicu oleh adanya Tsunami di Jepang, sehingga rencana untuk memindahkan pasukan Amerika dari Okinawa ke Guam untuk sementara tertunda.

Dan ini jelas bukan berita bagus buat Amerika. Dalam konteks inilah, kunjungan Senator Inoye dan Cochran harus dibaca sebagai upaya tekanan diplomatik agar Subic Bay bisa dipakai lagi sebagai pangkalan militernya.

Salah satu indikasinya adalah pertemuan tertutup antara kedua senator AS tersebut dengam para pejabat Subic Bay Metropolitan Authority (SBMA) maupun para pejabat kotamadya Olongapo. Bahkan sejak Maret lalu, Dubes AS di Manila Harry Thomas Jr, sering mengadakan pertemuan tertutup terkait dengan tertundanya rencana pemindahan pasukan AS dari Okinawa ke Guam tersebut.

Dari berbagai sumber yang berhasil dihimpun Sunstar, terungkap adanya indikasi kuat bahwa Senator Inoye dan Cochran berperan penting dalam mengupayakan kehadiran kembali pasukan militer AS di Teluk Subic. Kedua senator tersebut dikenal sebagai anggota Komisi Senat Untuk Bidang Anggaran Pertahanan(Committee on Appropriation). Terkait dengan upaya tersebut, Kedubes AS di Manila mengeluarkan instruksi bahwa Media Massa dilarang keras untuk meliput kunjungan kedua senator AS tersebut.

Menurut Sumber Sunstar, kunjungan kedua senator AS tersebut atas koordinasi Kedubes AS di Manila dan Pejabat Kotamadya Olongapo.

Yang menarik dari liputan ini, sepertinya ada kesepakatan bahwa fasilitas-fasilitas terkait dukungan kehadiran militer AS seperti Lapangan Udara dan pangkalan angkatan laut, nampaknya secara diam-diam tetap mendapat izin Pemerintah Filipina untuk digunakan pasukan Amerika.

Mungkinkah secara diam-diam Subic Bay tetap jadi pangkalan alternatif Amerika? Berbagai sumber Sunstar sepertinya membenarkan dugaan yang masuk akal. “Bahkan saat ini pun pasukan Amerika sudah menggunakan fasilitas tersebut sebagai bagian dari Visiting Forces Agreement alias VFA.

Bahkan Walikota Olongapo James Gordon Jr, sepertinya malah mendukung gagasan kedua senator tersebut, terutama terkait penggunaan pangkalan militer Amerika di Subic Freeport.

Beberapa Kesimpulan

Dari beberapa indikasi terkait manuver kedua senator AS tersebut ada beberapa kesimpulan dan tren yang kiranya perlu diwaspadai oleh para perancang kebijakan luar negeri Deplu maupun otoritas keamanan nasional Indonesia.


1. Pihak Gedung Putih di Washington, nampaknya dalam beberapa bulan terakhir ini secara intensif melakukan kontak-kontak bilateral dengan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara untuk memperkuat pengaruhnya di kawasan ini, khususnya ASEAN. Termasuk mempengaruhi secara tidak langsung jalur-jalur pelayaran internasional di kawasan Asia Tenggara. Khusunya, gagasan AS untuk mengerahkan pasukan Armada Ketujuhnya di kawasan Asia Tenggara.

2. Washington sepertinya mengingingkan adanya keterlibatan langsung angkatan bersenjatanya dalam upayanya untuk menjamin keamanannya di kawasan Asia Tenggara. Termasuk keterlibatan unit-unit pasukan tempurnya dalam membantu pasukan-pasukan setempat dalam serangkaian operasi-operasi militer yang mereka klaim sebagai operasi menegakkan keamanan dan ketertiban.

3. Dengan bertumpu pada maksud-maksud tersebut, Amerika akan selalu membesar-besarkan bahaya ancaman terorisme di kawasan Selat Malaka dan potensinya yang bisa mengganggu pembangunan politi dan ekonomi-perdagangan di kawasan ini.

4. Ada indikasi kuat bahwa Washington dengan bantuan beberapa LSM dan media massa, melancarkan tekanan-tekanan public ke beberapa negara seperti Kamboja, Laos dan Vietnam.

5. Beberapa pengamatan dari pakar pakar politik dan keamanan, hasrat Washington untuk meningkatkan kehadiran militernya di kawasan Asia Tenggara, khususnya kehadirannya di wilayah kelautan di kawasan ini, dapat menimbulkan beberapa implikasi yang berbahaya seperti:

- Menciptakan kondisi tidak terkontrolnya sepak-terjang pasukan AS di wilayah kelautan kawasan ini khususnya negara-negara sekitar wilayah laut tersebut, sehingga menciptakan prakondisi hadirnya campur-tangan asing di dalam masalah dalam negeri negara-negara ASEAN.

- Bisa semakin merenggangkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara terhadap Cina, dan pada saat yang sama menciptakan situasi kondusif bagi perlombaan senjata di kawasan Asia Tenggara.

- Memprovokasi munculnya ledakan sentiment anti Amerika dan Anti Cina, dan memicu radikalisme berbagai kelompok-kelompok beraroma kesukuan maupun keagamaan, termasuk Kelompok-kelompok Radikal Islam dari berbagai kelompok kecenderungan.
×
Berita Terbaru Update