''Islam adalah agama
yang besar dan senantiasa menghadirkan peradaban besar.'' Demikian
dikatakan Timothy John Winter, seorang dosen studi Islam pada Fakultas
Teologi di Universitas Cambridge, Inggris, dalam sebuah wawancara dengan
John Cleary, reporter radio ABC, Inggris, pada musim dingin, April
2004. Menurut Timothy, peradaban besar yang dihasilkan Islam menyebar
dari Timur Tengah ke berbagai penjuru dunia. ''Lihatlah Alhambra di
Spanyol, Taj Mahal di India, dan lainnya. Semuanya merupakan salah satu
peradaban Islam dalam dunia arsitektur,'' ujarnya.
Tim menjelaskan, Islam memiliki beragam
tradisi yang berbeda-beda antara satu negara dan negara lainnya,
termasuk dalam memberikan pujian untuk Allah dan Nabi Muhammad SAW.
Misalnya, kata dia, tradisi Islam di Afrika berbeda dengan tradisi Islam
di Turki, Uzbekistan, Melayu, Bosnia, dan lainnya. Namun, kata dia,
semua itu menggambarkan satu peradaban. ''Islam bersumber dari satu dan
beragam tradisi itu untuk satu tujuan, yakni Allah. Mereka semua
menghadapkan diri ke satu tempat saat berdoa dan sujud, yakni ke arah
Makkah yang menjadi kiblat semua umat Islam di seluruh dunia,''
paparnya.
Itulah yang mengawali perkenalan Tim Winter menjadi seorang Muslim. Ia bercerita, beberapa tahun tinggal di Kairo, ia menyaksikan kebiasaan masyarakat Kairo yang selalu mendengarkan radio. Hampir 24 jam, kata Tim, mereka mendengar radio. Pada kesempatan lain, mereka melakukan rutinitas sesuai dengan agama yang mereka yakini. Mereka shalat dan mendengar Alquran. ''Dari sinilah, saya mulai memahami kebiasaan orang Islam, yang menurut saya, itu adalah sesuatu yang logis dan benar,'' terangnya.
Dari kebiasaan itu, lanjutnya, mulailah timbul keinginan Tim untuk mempelajari agama yang dianut mayoritas penduduk Mesir. Dia juga mencoba membandingkan ajaran agama Islam dengan ajaran yang telah dianutnya ketika itu, yakni Katolik. ''Lama-kelamaan, saya merasa ada sesuatu yang berbeda antara yang saya pelajari dalam agama saya dan keyakinan masyarakat itu,'' terang penyuka musik Turki ini.
Sesuatu yang berbeda itu, lanjut Tim, adalah masalah keyakinan keagamaan. ''Dalam agama yang saya anut sebelumnya, kami mengenal adanya Tritunggal (Tuhan Bapak, Anak, dan Roh Kudus). Dari sini, saya menyadari, mengapa Kristus merelakan dirinya untuk menebus dosa-dosa yang diperbuat orang lain kalau hanya untuk menyelamatkan masyarakatnya ketika itu.''
Padahal, lanjut Tim, semua manusia itu dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah). Mereka tidak berdosa. Lalu, mengapa ada orang yang harus merelakan dirinya untuk menjadi 'penebus dosa' itu. ''Jika memang demikian kebenarannya, jahat benar Tuhan itu sampai harus anaknya yang menjadi penebus dosa orang lain,'' tegasnya.
Dari sinilah, kata Tim, dia semakin menyadari
bahwa ada 'kekeliruan' yang disengaja. ''Saya menjadi seorang Muslim
bukan karena ajakan. Tapi, saya berpikir dan melakukan introspeksi. Saya
tidak ingin sekadar menjadi pengikut. Saya harus membuktikannya dan
mencari kebenarannya sebab saya diberikan akal untuk berpikir,''
tegasnya lagi.
Menurut Tim, penjelasan Alquran tentang Yesus jauh lebih akurat dan dapat dipercaya, termasuk tentang dosa asal. ''Bagi saya, Yesus hanyalah seorang guru dalam agama Yahudi, yang membawa pesan kedamaian dari Allah untuk umat manusia, sebagaimana tertulis dalam Al-Kitab Ibrani,'' terangnya.
Saat disinggung mengenai sejumlah oknum umat Islam yang melakukan tindakan kekerasan dan terorisme, Tim menyatakan bahwa tindakan kekerasan tak hanya dilakukan oleh umat Islam, tetapi juga bisa dilakukan oleh oknum umat agama lain. ''Kita juga bisa menyaksikan, bagaimana di Pentagon, antara kelompok yang satu dan kelompok lainnya dalam agama yang sama melakukan sikap yang berbeda dalam melihat kekerasan dan pelakunya,'' ujarnya.
Bahkan, lanjut Tim, kekerasan biasanya timbul dan dilakukan oleh suatu kelompok tertentu karena mereka merasa terdesak dan karena harga diri mereka diinjak-injak. ''Bila kita semua mau menyadari dan melihat akar masalah yang sesungguhnya, tentu sikap kekerasan yang muncul karena ada latar belakangnya,'' ujar pemilik nama Muslim, Syekh Abdal Hakim Murad ini.
Tim menegaskan, Islam dan seluruh agama apa pun di dunia ini tak mengajarkan umatnya untuk bertindak anarkis. Apalagi sampai melakukan tindakan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. ''Islam itu agama yang damai dan tak pernah mengajarkan kekerasan,'' tegasnya.
Biodata
Nama : Timothy John Winter
Nama Muslim : Abdal Hakim Murad
Lahir : London, 1960
Pekerjaan : Dosen Studi Islam di Universitas Cambridge
Jabatan : Secretary of the Muslim Academic Trust and Islamic Scholar (London)
Menurut Tim, penjelasan Alquran tentang Yesus jauh lebih akurat dan dapat dipercaya, termasuk tentang dosa asal. ''Bagi saya, Yesus hanyalah seorang guru dalam agama Yahudi, yang membawa pesan kedamaian dari Allah untuk umat manusia, sebagaimana tertulis dalam Al-Kitab Ibrani,'' terangnya.
Saat disinggung mengenai sejumlah oknum umat Islam yang melakukan tindakan kekerasan dan terorisme, Tim menyatakan bahwa tindakan kekerasan tak hanya dilakukan oleh umat Islam, tetapi juga bisa dilakukan oleh oknum umat agama lain. ''Kita juga bisa menyaksikan, bagaimana di Pentagon, antara kelompok yang satu dan kelompok lainnya dalam agama yang sama melakukan sikap yang berbeda dalam melihat kekerasan dan pelakunya,'' ujarnya.
Bahkan, lanjut Tim, kekerasan biasanya timbul dan dilakukan oleh suatu kelompok tertentu karena mereka merasa terdesak dan karena harga diri mereka diinjak-injak. ''Bila kita semua mau menyadari dan melihat akar masalah yang sesungguhnya, tentu sikap kekerasan yang muncul karena ada latar belakangnya,'' ujar pemilik nama Muslim, Syekh Abdal Hakim Murad ini.
Tim menegaskan, Islam dan seluruh agama apa pun di dunia ini tak mengajarkan umatnya untuk bertindak anarkis. Apalagi sampai melakukan tindakan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. ''Islam itu agama yang damai dan tak pernah mengajarkan kekerasan,'' tegasnya.
Biodata
Nama : Timothy John Winter
Nama Muslim : Abdal Hakim Murad
Lahir : London, 1960
Pekerjaan : Dosen Studi Islam di Universitas Cambridge
Jabatan : Secretary of the Muslim Academic Trust and Islamic Scholar (London)