-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Meluruskan Salah Paham Makna Syariat

Minggu, 10 Mei 2015 | 15.33 WIB Last Updated 2015-05-10T22:33:49Z
Muslim Net Since - Istilah “syariat “ cukup populer di telinga kaum muslimin. Terlebih dengan istilah “penegakan syariat”. Begitu populernya istilah tersebut, sehingga orang-orang non-muslim pun tidak asing lagi dengan istilah tersebut. TV, radio, koran, majalah, dan situs-situs non-muslim Barat cukup sering menyebutkan istilah tersebut. Tidak ketinggalan lembaga-lembaga kajian Barat anti-Islam pun aktif mengutip istilah tersebut.
Meski istilah “syariat” dan “penegakkan syariat” sudah tidak asing di telinga umat muslim dan non-muslim, pengertian dari “syariat” dan “penegakan syariat” sendiri masih belum dikenal dengan baik oleh banyak umat Islam.
Selain karena faktor merajalelanya kebodohan umat Islam terhadap ajaran-ajaran Islam sendiri; media massa Barat dan lembaga-lembaga kajian anti-Islam cukup berperan besar dalam melahirkan kesalah pahaman terhadap “syariat” dan “penegakan syariat”. Dinas-dinas intelijen Barat dan pemerintahan sekuler bahkan memasukkan “penegakan syariat” sebagai salah satu ciri utama “radikalisme”, “fundamentalisme”, dan “terorisme”.
Sebenarnya, apakah syariat itu? Tulisan berikut berusaha untuk menjelaskan makna syariat menurut tinjauan bahasa dan istilah yang dikenal oleh para ulama dahulu dan kontemporer.
Syari’at secara Bahasa
Istilah syari’at berasal dari kata dasar dalam bahasa Arab syara’a – yasyra’u – syar’an wa syir’atan wa syari’atan. Dalam bahasa Arab, kata syara’, syari’at, dan syir’ah memiliki beberapa makna:
1. Memulai sesuatu hal. Dikatakan syara’a fi kadza artinya memulai suatu hal. Contohnya syara’a fil kitab, artinya ia mulai menulis.
2. Nampak, jelas, dan terang. Dikatakan syuri’a al-ihaabu, artinya kulit hewan itu disobek sehingga nampak jelas terlihat.
3. Sumber-sumber air seperti kolam besar, telaga, dan danau yang menjadi rujukan manusia dan hewan untuk minum.
Ibnu Manzhur berkata: “Syari’at, syara’, dan musyarra’ah adalah tempat-tempat di mana air mengalir turun ke dalamnya. Syir’ah dan syari’ah dalam percakapan bangsa Arab memiliki pengertian syir’atul ma’, yaitu sumber air, tempat berkumpulnya air, yang didatangi manusia lalu mereka meminum airnya dan mengambil airnya untuk minum…. Bangsa Arab tidak menamakan tempat-tempat berkumpulnya air tersebut syari’at sampai air tersebut banyak, terus mengalir tiada putusnya, jelas dan bening, dan airnya diambil tanpa perlu menggunakan tali.” (Lisanul ‘Arab, 8/174)
4. Menempuh jalan yang jelas dan terang. Dikatakan syara’a asy-sya’ia, artinya adalah menjelaskannya dan menerangkannya. (Al-Madkhal ila Dirasati Asy-Syari’ah wa Al-Fiqh Al-Islami, hlm. Dan Al-Maqashid Asy-Syar’iyah wa Atsaruha fil Fiqh, hlm. 79-80)
Syari’at secara Istilah
Para ulama mendefinisikan syariat sebagai berikut:
1. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Istilah syari’at, syara’, dan syir’ah mencakup segala hal yang Allah syariatkan, baik berupa keyakinan-keyakinan maupun amal-amal perbuatan.” (Majmu’ Fatawa, 19/306)
2. Beliau juga mengatakan: “Syari’at adalah menaati Allah, menaati Rasul-Nya, dan para pemimpin dari kalangan kita (orang-orang beriman). Pada hakekatnya syariat adalah menaati para rasul dan berada di bawah ketaatan kepada mereka…” (Majmu’ Fatawa, 19/309)
3. Imam Ali Muhammad At-Tahanawi berkata: “Syara’ adalah hukum-hukum yang Allah syariatkan (tetapkan) atas hamba-hamba-Nya melalui salah seorang nabi dari nabi-nabi-Nya, baik yang berkaitan dengan tata cara amal —yang disebut hukum far’i ‘amali (cabang agama, amal perbuatan) yang dibukukan dalam ilmu fikih–, maupun yang berupa tata cara keyakinan —yang disebut ashl (pokok agama) dan i’tiqadi (keyakinan) yang dibukukan oleh ilmu kalam.” (Kasyafu Istilahatil Funun wal Ulum, 3/759)
4. Imam Ibnu Atsir Al-Jazari berkata: “Syara’ dan syariat adalah agama yang Allah syariatkan atas hamba-hamba-Nya, yaitu agama yang Allah tetapkan bagi mereka dan Allah wajibkan atas diri mereka.” (An-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar, 2/460)
5. Imam Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi berkata: “Syariat adalah agama yang Allah syariatkan kepada hamba-hamba-Nya.” (Al-Jami’ li-Ahkamil Qur’an, 19/154)
6. Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani berkata: “Syariat adalah agama yang Allah syariatkan kepada hamba-hamba-Nya.” (Fathul Qadir Al-Jaami’ Baina Fannay Ar-Riwayah wa ad-Dirayah min Ilmit Tafsir, 5/10)
7. DR. Muhammad Sa’ad Al-Yubi menulis: “Syariat adalah hukum-hukum yang Allah tetapkan bagi hamba-hamba-Nya melalui jalan seorang nabi dari nabi-nabi-Nya.” (Maqashidu Asy-Syari’ah wa ‘Alaqatuha bil Adillah Asy-Syar’iyah, hlm. 31)
8. Dr. Umar bin Sulaiman Al-Asyqar menulis: “Syariat adalah hukum-hukum yang Allah tetapkan di dalam kitab-Nya atau datang kepada kita melalui jalan rasul-Nya SAW di dalam sunnah beliau, tidak ada bedanya apakah hukum-hukum tersebut dalam bidang akidah, amal, ataupun akhlak.” (Al-Madkhal ila Asy-Syari’ah wa Al-Fiqh Al-Islami, hlm. 14)
9. Dr. Muhammad Abdul ‘Athi Muhammad Ali menulis: “Syariatkan disebutkan dengan pengertian agama yang dibawa oleh para rasul dari sisi Allah SWT dengan tujuan memberi petunjuk umat manusia kepada kebenaran dalam bidang akidah dan kepada kebaikan dalam bidang suluk (akhlak) dan mu’amalah.” (Al-Maqashid Asy-Syar’iyah wa Atsaruha fil Fiqh, hlm. 80)
Dari definisi-definisi yang disebutkan oleh para ulama di atas, bisa dipahami bahwa:
a. Syariat adalah wahyu dan agama yang Allah SWT turunkan kepada nabi-Nya dan rasul-Nya sebagai pedoman hidup bagi umat manusia. Syariat adalah nama lain dari agama Allah itu sendiri. Syariat adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.
b. Syariat mencakup hukum-hukum Allah dan Rasulullah SAW dalam bidang akidah, ibadah, akhlak, dan mua’amalah. Syariat mencakup semua bidang kehidupan manusia, baik urusan dunia maupun urusan akhirat.
c. Syariat tidak terbatas pada hukum-hukum pidana Islam semata, seperti hukum rajam dan cambuk untuk pidana zina, hukuman mati untuk pidana pembunuhan, dan hukum potong tangan untuk pidana pencurian. Hukum pidana Islam hanyalah satu bagian kecil dari keseluruhan cakupan syariat Islam.
d. Syariat tidak terbatas pada ibadah-ibadah ritual semata, seperti shalat, zakat, shaum, haji, dzikir, sedekah, infak, waqaf dan lainnya. Ibadah-ibadah ritual tersebut hanyalah satu bagian kecil dari keseluruhan cakupan syariat Islam.
e. Terdapat kaitan yang erat antara definisi syariat secara bahasa dan secara istilah. Imam Ar-Raghib Al-Asfahani menjelaskan bahwa hukum-hukum Allah yang diturunkan kepada nabi-Nya sebagai pedoman hidup bagi umat manusia tersebut disebut syari’ah, karena ia bersifat lurus, terang, dan menyerupai sumber air. Sebab, hukum-hukum Allah tersebut menghidupkan akal dan jiwa, sebagaimana sumber air minum menghidupkan badan manusia dan hewan yang meminum airnya. (Al-Mufradat fi Gharibi Al-Qur’an, hlm. 259)
Antara Dien, Millah, dan Syariah
Imam Al-Qurthubi, Ibnu Atsir Al-Jazari, Asy-Syaukani, Ibnu Malik Al-Hanafi, dan banyak ulama lainnya menyebutkan bahwa dien (agama), millah (agama), dan syariat adalah sinonim. Ketiga istilah tersebut memiliki pengertian yang sama.
Ketiga istilah tersebut memiliki pengertian agama Allah dan jalan yang telah diwariskan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya. Adanya ketiga istilah tersebut adalah dikarenakan tinjauan sudut pandang yang berbeda.
a. Agama Allah dan jalan yang diwariskan oleh Rasulullah SAW disebut dengan istilah Dien, dilihat dari sudut pandang ketaatan dan ketundukan umat manusia kepadanya. Ia berasal dari kata dasar daana – yadiinu – dienan, yang salah satu maknanya adalah ketaatan dan ketundukan.
b. Agama Allah dan jalan yang diwariskan oleh Rasulullah SAW disebut dengan istilah Millah, dilihat dari sudut pandang Allah SWT yang telah meng-imla’ (mendiktekan, mewahyukan)-kannya kepada para nabi dan rasul, untuk disampaikan kepada umat manusia.
c. Agama Allah dan jalan yang diwariskan oleh Rasulullah SAW disebut dengan istilah syara’, syari’at dan syir’ah, dilihat dari sudut pandang Allah telah menjadikannya sebagai jalan yang jelas, terang, dan mudah ditempuh oleh umat manusia. (Syarh Ibni Malik lil-Manar, hlm. 12)
Wallahu a’lam bish-shawab.
Penulis: Abu Amar
×
Berita Terbaru Update